Part 1
06.15 WIB
Pagi telah membangunkanku
sejak tadi
Semalaman Aku tak
bisa tidur membayangkan apa yag akan terjadi pagi ini
Ibu mempersiapkan
segala keperluan
Operasi ini adalah yang
pertama kali bagiku
Dan semoga menjadi yg
terakhir kalinya
sebelum jam 7 tepat,
kami telah tiba di RSUD Sumenep
Kesan pertama,
Sepi…
Namun tidak begitu
untukku
Hatiku tak berhenti
berkecamuk sejak kemarin
Udara pagi masih
menyapu bersih halaman depan rumah sakit
Belum ada yg tiba di
rumah sakit ini
Kecuali tukang parkir
dan tukang sapu rumah sakit
Beberapa menit berlalu,
Beberapa orang mulai
berdatangan
Perawat, dokter
Satu demi satu masuk
ke dalam rumh sakit
Aku, ayah, dan ibu
menemui resepsionis yg duduk di loket pendaftaran
Menunjukkan surat
keterangan operasi dr dokter rumah sakit
Berharap operasi akan
segera dimulai
Hasilnya,
Nihil!
Kami tak diijinkan
masuk karna tak melakukan pendaftaran
“Kami sudah mendaftar
sejak 3 hari yg lalu pak, tapi operasinya ditunda hingga hari ini!”
Ayahku membantah perkataan
resepsionis itu
Tetap tidak bisa pak,
bantah si resepsionis
Ah…
Kami segera berlari
ke dalam rumah sakit untuk menemui dokternya langsung
Memang begitu bu,
kalau pengobatan melalui jalur seperti ini memang agak susah,
Dan harus
melakukan pendaftaran setiap kali akan masuk ke rumah sakit,
Bukan hanya setiap
kali akan berobat
Kata si dokter.
Aku pun kembali ke
loket untuk melakukan pendaftaran
Persis seperti halnya
kejadian 3 hari yg lalu
Menunggu…
Dan menunggu
Kemudian dipanggil
saat poli bedah akan segera tutup
Untungnya hari ini
aku cukup beruntung tidak menunggu lama seperti 3 hari yg lalu
Di Poli Bedah,
Kami disuruh rawat
inap selama 2 hari karena besok libur maulid
Ah… apa-apaan ini??
Aku tak sakit
apa-apa.
Aku hanya perlu
sedikit pembedahan kecil di bagian jemari kakiku
Kenapa harus menginap
di rumah sakit?
Aku dan ibu
dipusingkan lagi untuk meminta surat inap ke bagian loket
Dan menginap selama 2
hari
Hei!
Saya sudah bertemu
dengan dokter pak
Dia akan melakukan
operasi pada jam 7 tepat.
Dan sekarang?
Mulai dari antrian
tunggu yang panjang hingga bolak-balik loket-poli,
Saya sudah
membuang-buang waktu yg tak penting
Ingin saja aku
mendamprat si penjaga loket yg sering mempermainkan pasien itu
Tak hilang akal, aku
beserta ayah dan ibu langsung menemui dokter bedah
Dan lagi-lagi
menunggu untuk dipanggil
Janji dokter yang
memintaku tiba pada jam 07.00 untuk melakukan operasi
Ternyata hanya bualan
belaka
Surat keterangan
emergency dan operasi bertanggal 13/01/2014
Tak berguna sedikit
pun
NAZILATUL HASANAH…
Panggilan itu
menyentakkanku
Sejenak, aku merasa
senang akan segera menyelesaikan penyakitku yg telah 3 bulan bersamaku
Dan ternyata,
Aku hanya dibuat
menunggu di samping ruang operasi
Aku dan ayah hanya
termangu heran
Karena para dokter
hanya berleha santai tanpa berkata apa-apa pada kami
Tiba-tiba ibu masuk,
dan bertanya
Ku jawab harus
menunggu lagi untuk dioperasi
Menit dan detik
berjalan begitu lambat
Ku lihat air mata ibu
mengalir pelan tanpa suara
Aku tak mampu menahan
air mata melihatnya
Namun ku coba
memalingkannya dari ibu
Ibu tak tega
melihatku tak cepat ditangani oleh dokter
Ia tak tega aku
disia-siakan
Air mataku mengalir
deras
Ku putuskan,
Untuk melakukan
operasi di kota Pamekasan
Part 2
13.45 WIB
Mobil di parkir di
samping rumah sakit As-Syifa, Pamekasan
Sebuah rumah sakit
praktek Dr.Puguh Prijonggo Sp.B
Dari namanya saja aku
merinding
Kira-kira apa yang
akan dilakukan oleh dokter spesialis bedah itu terhadapku
Dengan berusaha
memberanikan diri,
Ku buka pintu rumah
sakit itu
Ramai…
Banyak juga yang
berobat di tempat ini
Mataku segera
memandang ke sekitar,
POLI BEDAH
Dr. Puguh Prijonggo,
Sp.B
Sebuah papan nama
tertulis di depan sebuah ruangan
Di situlah aku
akan diperiksa, pikirku
Dengan sedikit menghela
napas, aku pun duduk di kursi umum
Untuk menunggu
dipanggil
Tak lama kemudian,
akhirnya aku dipanggil untuk masuk
Dokter itu kelihatan
agamis menurutku
Berpakaian koko putih
bersih
Didampingi oleh tiga
asistennya
Aku pun menjelaskan
keluhan yang sedang ku alami
Dokter itu memintaku
untuk menunjukkan penyakitku
Ku angkat kakiku
Astaghfirullah!!!
Pak dokter terhenyak
Seketika aku terkejut
dan bertanya,
Memangnya ada apa
dengan kakiku?
“Aduh pak… kalau
seperti ini susah dijahit, mau diapakan ini?”
Dokter itu terdiam
sejenak
Berpikir…
Beliau lalu
menjelaskan panjang lebar
Katanya, jemariku bisa
dibedah, namun tak bisa dijahit
Terlalu besar
resikonya jika dijahit
Jari-jari kakiku akan
bengkok, karena kecilnya ruang untuk tempat jahitan
Jalan keluarnya…
DIBAKAR.
“Dibakar saja. Sebab
tak ada jalan lain. Jika tak segera operasi, penyakitnya akan terus menular ke
daerah yang lain”
Jawab dokter atas
permintaan ayah untuk melakukan yang terbaik
“Ya sudah. Sekitar
pukul empat operasi bisa dilakukan jika bapak dan ibu setuju”
Yah… mau apa lagi?
Daripada penyakitnya
bertambah-tambah? Lebih baik segera dioperasi. Batinku
Walau dengan hati
yang mulai was-was dan bertanya-tanya,
Akan seperti
apakah rasanya dibakar itu?
Dengan apakah
kakiku akan dibakar?
Akan seperti
apakah operasi itu?
Aku pun menunggu di
kursi luar bersama ayah dan ibu
15.00 WIB
Hatiku semakin tak
karuan
Dag dig dug rasanya
Mendekati detik-detik
waktu operasi
Tanganku dingin
Pikiranku melayang kemana-mana
Terbayang ruang
operasi serta peralatannya
Rasanya?
Ah… Bagaimanakah rasanya?
Sakitkah?
Atau biasa-biasa
saja?
Adzan ashar
membuyarkan lamunanku
Ayah tetap
menggenggam tanganku memberi kekuatan dan kesabaran
Sebelum melakukan
operasi, aku sempatkan untuk melaksanakan shalat ashar terlebih dahulu
Khawatir jika nanti
tak sempat menunaikannya karena waktunya telah habis
Ya Allah…
Sukseskanlah
operasiku ini
Mudahkanlah Ya
Allah…
Berikan kelancaran
agar aku bisa cepat sembuh
Amin…
Selesai berdoa,
Tiba-tiba ayah datang
tergesa-gesa memberitahuku bahwa operasi akan segera dimulai
Inilah saatnya…
Hatiku semakin kacau
Pikiranku selalu
memikirkan yang tidak-tidak
Tanganku semakin
dingin
Napasku mulai tak
beraturan
Aku diantar ayah
menuju ruang ganti baju
Dengan ditemani
seorang suster, aku mengganti bajuku dengan baju khusus yang steril
Ah… seperti mau
operasi besar saja mesti ganti baju
Walau dengan perasaan
yang mulai khawatir,
Aku tetap menghibur
diri
Tak akan sakit
sisil. Hanya sedikit pembedahan di kaki, lalu selesai.
Kemudian kau
pulang
Kataku pada diriku
Tak lama kemudian,
Aku dipanggil masuk
Rok dan cincin
dilarang dipakai saat operasi, kata dokter cantik yang menemaniku
Uh… Menjengkelkan
sekali harus melepas rokku
Beruntung aku telah
memakai celana sejak dari rumah
Ayah dan ibu dilarang
masuk
Hanya aku dan dokter
muda di ruang itu
Aku mulai merasa
sendiri
Ingin rasanya ku
memanggil ayah dan ibu
Ku ingin mereka mendampingiku
saat aku tak kuat menahan rasa sakit
Usai membenahi
pakaianku, dokter itu mengantarku menuju ruang operasi
Perlahan…
Kakiku terasa sulit
untuk melangkah
Kaku
Aku mulai ketakutan
untuk menghadapi operasi ini
Ayah dan ibu diluar
sana
Tak akan mampu
mendengar teriakanku jika tiba-tiba terjadi sesuatu padaku nanti
Aku dibaringkan di
atas pembaringan berwarna hitam
Di atas kepala
terdapat lampu besar yang biasa digunakan untuk operasi
Di kanan kiriku
banyak mesin-mesin operasi serta peralatan yang tak ku ketahui
Batinku menjerit
kembali
Inikah alat yang
akan digunakan untuk mencabik kakiku?
Ku lihat…
Dokter perempuan itu
asyik menyiapkan peralatan bersama rekannya
Dia berganti pakaian,
memakai masker dan tutup kepala
Ah… Mengerikan
Bagiku yang tak
pernah merasakan operasi, situasi ini sungguh mencekam
Rasanya seperti
mainan manusia saja
Dicabik-cabik bak
kelinci percobaan
Namun, langi-langit
ruangan itu nampak berbeda
Atapnya menggambarkan
awan putih di langit yang biru
Berbeda jauh dengan
keadaanku yang seperti menunggu kematian
Ia melukiskan mimpi
yang indah di siang hari
dengan sedikit
memeriksa kakiku, dia berkata
"tahan
ya.."
???
ah...
rasa sakit menghujam
seluruh jemari kakiku
betapa tidak?
satu persatu jari
kaki mungilmu
disuntik dengan obat
anti rasa sakit
walau tak akan sakit
ketika dioperasi,
namun suntikannya tak
mampu ku tahan
Ya Allah...
rasanya aku tak
kuat
menahannya
ingin rasanya aku
berdiri dan lari,
tapi dokter itu
memegang kakiku dengan kuat
aku tak bisa
bergerak
yang bisa ku
lakukan hanyalah menangis dan berteriak
AH....
SAKIT....
tulang belulang
jariku terasa remuk
bukan hanya satu atau
dua suntikan di satu jari kakiku
melainkan
berkali-kali jempolku disuntik dan ditusuk hingga mengenai tulang kakiku
ah...
YA Allah...
aku tak mampu lagi
belum pernah ku
merasakan sakit seperti ini
bahkan terbersit
dalam pikiran pun tak pernah
kata ayah,
operasinya tak akan sakit
tapi mengapa
rasanya seperti ini?
ngilu Tuhan...
rasanya ngilu di
sekujur kakiku
tak henti-hentinya
aku berteriak sekeras-kerasnya dan mencubit keras tangan dokter perempuan di
dekatku
tapi ia hanya berkata
sabar... dan sabar...
sabar apanya?
bahkan ia tak akan
tahu bagaimana rasa sakitnya hingga aku seperti orang kesurupan
ayah...
ibu...
kalian dimana?
teriakku
sakit yah... bu...
akan diapakan aku
ini?
atap langit itu kini
tak berguna lagi bagiku
rasanya tetap sama
SAKIT tiada henti
bahkan hingga jemari
terakhir aku masih saja merasakan sakit yang bertambah-tambah
yang terakhir lebih
sangat menyakitkan dibandingkan yang pertama
dan sekarang...
yang kurasakan
hanyalah mati
kakiku serasa mati
bahkan aku tak
merasakan apapun ketika suatu alat membakar keempat jari kakiku
kira-kira seperti
apakah rasanya?
ku jawab, seperti
KARET
yah...
kakiku seperti karet yang
elastis dan lentur
tak ada rasa
tersentuh sedikitpun dan sangat kaku
seperti layaknya
perempuan yang tak punya kaki
aku tak merasakan
kakiku ada
hingga
hal buruk yang sempat
ku pikirkan adalah...
masihkah jari kakiku
lengkap?
masihkah mereka utuh?
ataukah sudah tiada?
aku tetap sanggup
menahan kucuran air mata
setelah tak sengaja
ku sempat melihat asap tebal di atas kakiku yang berdarah
oh TUHAN...
seperti apakah kakiku
sekarang?
ku tatap jam dinding
17.00
satu jam telah
berlalu...
dan aku masih terbaring
kapan ini semua akan
selesai?
inilah saat dimana
aku sangat putus asa
bahkan tiap kali aku
mendengar bunyi mesin alat pembakar kakiku
alat apakah itu?
seperti pembakar
mesin di bengkel las listrik?
ah...
mengerikan
"sudah..."
kata yang ku tunggu-tunggu
ternyata terlontar juga oleh pak dokter
setelah mereka
mengusap seluruh darah di kakiku
dokter itu pun segera
keluar
aku dibantu dokter
perempuan itu bangun dari pembaringan
dan ku lihat...
kakiku sudah diperban
dan...
aku tak bisa
menggerakkannya
kaku...
ujung kaki hingga
tumitku terasa kaku dan kram
aku tak mampu
berjalan seperti biasa
sakitnya masih kental
terasa tiap kali ku hentakkan kaiku di lantai rumah sakit
Ya allah...
kakiku seperti
bengkak
dan...
ada noda darah di
perbannya
ibu diminta mengambil
kursi roda untuk membantuku berjalan
namun ternyata ayah
yang datang menjemputku
ayah pun membawaku ke
depan resepsionis
orang2 melihatku
semua
pikiranku tak
berhenti gundah
ku bertanya pada
diriku, seperti apakah diriku sekarang?
duduk di kursi roda
dengan kaki diperban
seperti orang sakit
yang mengidap penyakit parah
ayah dan ibu tak
berhenti berucap hamdalah
begitu pun diriku
air mata terus
mengalir di pipiku
tiap kali ibu dan
ayah bertanya,
sakitkah nak?
ku jawab,
sangat sakit ayah,
ibu
sakit sekali
dengan terus
berlinang air mata tanpa mempedulikan orang2 yd melihat
mereka tampak iba
melihatku tertunduk dengan mata bengkak karena menangis
"sabar nak...
kalau tidak segera dioperasi, kakimu tak cepat sembuh"
kata ibu dengan
mengelus dadaku
ibu yg tetap
menguatkanku walau dia pun tak mampu membendung tangis
pulang...
aku ingin pulang
bu...
kataku pada ibu
aku tak betah
berlama-lama disini
aku masih teringat
kejadian satu jam yg lalu itu
"iya nak. kita
kan pulang setelah ayah membayar biaya operasi dan obatmu"
ku iyakan perkataan
ibu dengan anggukan kecil
dan akhirnya aku
pulang...
dengan dibantu oleh
petugas parkir untuk menaikkanku ke dalam mobil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar