Mengenai Saya

Foto saya
Sumenep, Jawa Timur, Indonesia
cantik, luwes, baik hati, and up to date

Selasa, 11 Maret 2014

Catatan memilukan di Bulan Januari



Part 1

Senin, 13 Januari 2013
06.15 WIB
Pagi telah membangunkanku sejak tadi
Semalaman Aku tak bisa tidur membayangkan apa yag akan terjadi pagi ini
Ibu mempersiapkan segala keperluan
Operasi ini adalah yang pertama kali bagiku
Dan semoga menjadi yg terakhir kalinya
sebelum jam 7 tepat, kami telah tiba di RSUD Sumenep
Kesan pertama,
Sepi…
Namun tidak begitu untukku
Hatiku tak berhenti berkecamuk sejak kemarin
Udara pagi masih menyapu bersih halaman depan rumah sakit
Belum ada yg tiba di rumah sakit ini
Kecuali tukang parkir dan tukang sapu rumah sakit
Beberapa menit berlalu,
Beberapa orang mulai berdatangan
Perawat, dokter
Satu demi satu masuk ke dalam rumh sakit
Aku, ayah, dan ibu menemui resepsionis yg duduk di loket pendaftaran
Menunjukkan surat keterangan operasi dr dokter rumah sakit
Berharap operasi akan segera dimulai
Hasilnya,
Nihil!
Kami tak diijinkan masuk karna tak melakukan pendaftaran
“Kami sudah mendaftar sejak 3 hari yg lalu pak, tapi operasinya ditunda hingga hari ini!”
Ayahku membantah perkataan resepsionis itu
Tetap tidak bisa pak, bantah si resepsionis
Ah…
Kami segera berlari ke dalam rumah sakit untuk menemui dokternya langsung
Memang begitu bu, kalau pengobatan melalui jalur seperti ini memang agak susah,
Dan harus melakukan pendaftaran setiap kali akan masuk ke rumah sakit,
Bukan hanya setiap kali akan berobat
Kata si dokter.
Aku pun kembali ke loket untuk melakukan pendaftaran
Persis seperti halnya kejadian 3 hari yg lalu
Menunggu…
Dan menunggu
Kemudian dipanggil saat poli bedah akan segera tutup
Untungnya hari ini aku cukup beruntung tidak menunggu lama seperti 3 hari yg lalu


Di Poli Bedah,
Kami disuruh rawat inap selama 2 hari karena besok libur maulid
Ah… apa-apaan ini??
Aku tak sakit apa-apa.
Aku hanya perlu sedikit pembedahan kecil di bagian jemari kakiku
Kenapa harus menginap di rumah sakit?
Aku dan ibu dipusingkan lagi untuk meminta surat inap ke bagian loket
Dan menginap selama 2 hari
Hei!
Saya sudah bertemu dengan dokter pak
Dia akan melakukan operasi pada jam 7 tepat.
Dan sekarang?
Mulai dari antrian tunggu yang panjang hingga bolak-balik loket-poli,
Saya sudah membuang-buang waktu yg tak penting
Ingin saja aku mendamprat si penjaga loket yg sering mempermainkan pasien itu
Tak hilang akal, aku beserta ayah dan ibu langsung menemui dokter bedah
Dan lagi-lagi menunggu untuk dipanggil
Janji dokter yang memintaku tiba pada jam 07.00 untuk melakukan operasi
Ternyata hanya bualan belaka
Surat keterangan emergency dan operasi bertanggal 13/01/2014
Tak berguna sedikit pun


NAZILATUL HASANAH…
Panggilan itu menyentakkanku
Sejenak, aku merasa senang akan segera menyelesaikan penyakitku yg telah 3 bulan bersamaku
Dan ternyata,
Aku hanya dibuat menunggu di samping ruang operasi
Aku dan ayah hanya termangu heran
Karena para dokter hanya berleha santai tanpa berkata apa-apa pada kami
Tiba-tiba ibu masuk, dan bertanya
Ku jawab harus menunggu lagi untuk dioperasi
Menit dan detik berjalan begitu lambat
Ku lihat air mata ibu mengalir pelan tanpa suara
Aku tak mampu menahan air mata melihatnya
Namun ku coba memalingkannya dari ibu
Ibu tak tega melihatku tak cepat ditangani oleh dokter
Ia tak tega aku disia-siakan
Air mataku mengalir deras
Ku putuskan,
Untuk melakukan operasi di kota Pamekasan


Part 2
13.45 WIB
Mobil di parkir di samping rumah sakit As-Syifa, Pamekasan
Sebuah rumah sakit praktek Dr.Puguh Prijonggo Sp.B
Dari namanya saja aku merinding
Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh dokter spesialis bedah itu terhadapku
Dengan berusaha memberanikan diri,
Ku buka pintu rumah sakit itu
Ramai…
Banyak juga yang berobat di tempat ini
Mataku segera memandang ke sekitar,
POLI BEDAH
Dr. Puguh Prijonggo, Sp.B
Sebuah papan nama tertulis di depan sebuah ruangan
Di situlah aku akan diperiksa, pikirku
Dengan sedikit menghela napas, aku pun duduk di kursi umum
Untuk menunggu dipanggil
Tak lama kemudian, akhirnya aku dipanggil untuk masuk
Dokter itu kelihatan agamis menurutku
Berpakaian koko putih bersih
Didampingi oleh tiga asistennya
Aku pun menjelaskan keluhan yang sedang ku alami
Dokter itu memintaku untuk menunjukkan penyakitku
Ku angkat kakiku
Astaghfirullah!!!
Pak dokter terhenyak
Seketika aku terkejut dan bertanya,
Memangnya ada apa dengan kakiku?
“Aduh pak… kalau seperti ini susah dijahit, mau diapakan ini?”
Dokter itu terdiam sejenak
Berpikir…
Beliau lalu menjelaskan panjang lebar
Katanya, jemariku bisa dibedah, namun tak bisa dijahit
Terlalu besar resikonya jika dijahit
Jari-jari kakiku akan bengkok, karena kecilnya ruang untuk tempat jahitan
Jalan keluarnya…
DIBAKAR.
“Dibakar saja. Sebab tak ada jalan lain. Jika tak segera operasi, penyakitnya akan terus menular ke daerah yang lain”
Jawab dokter atas permintaan ayah untuk melakukan yang terbaik
“Ya sudah. Sekitar pukul empat operasi bisa dilakukan jika bapak dan ibu setuju”
Yah… mau apa lagi?
Daripada penyakitnya bertambah-tambah? Lebih baik segera dioperasi. Batinku
Walau dengan hati yang mulai was-was dan bertanya-tanya,
Akan seperti apakah rasanya dibakar itu?
Dengan apakah kakiku akan dibakar?
Akan seperti apakah operasi itu?
Aku pun menunggu di kursi luar bersama ayah dan ibu

15.00 WIB
Hatiku semakin tak karuan
Dag dig dug rasanya
Mendekati detik-detik waktu operasi
Tanganku dingin
Pikiranku melayang kemana-mana
Terbayang ruang operasi serta peralatannya
Rasanya?
Ah… Bagaimanakah rasanya?
Sakitkah?
Atau biasa-biasa saja?
Adzan ashar membuyarkan lamunanku
Ayah tetap menggenggam tanganku memberi kekuatan dan kesabaran
Sebelum melakukan operasi, aku sempatkan untuk melaksanakan shalat ashar terlebih dahulu
Khawatir jika nanti tak sempat menunaikannya karena waktunya telah habis

Ya Allah…
Sukseskanlah operasiku ini
Mudahkanlah Ya Allah…
Berikan kelancaran agar aku bisa cepat sembuh
Amin…

Selesai berdoa,
Tiba-tiba ayah datang tergesa-gesa memberitahuku bahwa operasi akan segera dimulai
Inilah saatnya…
Hatiku semakin kacau
Pikiranku selalu memikirkan yang tidak-tidak
Tanganku semakin dingin
Napasku mulai tak beraturan
Aku diantar ayah menuju ruang ganti baju
Dengan ditemani seorang suster, aku mengganti bajuku dengan baju khusus yang steril
Ah… seperti mau operasi besar saja mesti ganti baju
Walau dengan perasaan yang mulai khawatir,
Aku tetap menghibur diri
Tak akan sakit sisil. Hanya sedikit pembedahan di kaki, lalu selesai.
Kemudian kau pulang
Kataku pada diriku

Tak lama kemudian,
Aku dipanggil masuk
Rok dan cincin dilarang dipakai saat operasi, kata dokter cantik yang menemaniku
Uh… Menjengkelkan sekali harus melepas rokku
Beruntung aku telah memakai celana sejak dari rumah
Ayah dan ibu dilarang masuk
Hanya aku dan dokter muda di ruang itu
Aku mulai merasa sendiri
Ingin rasanya ku memanggil ayah dan ibu
Ku ingin mereka mendampingiku saat aku tak kuat menahan rasa sakit
Usai membenahi pakaianku, dokter itu mengantarku menuju ruang operasi
Perlahan…
Kakiku terasa sulit untuk melangkah
Kaku
Aku mulai ketakutan untuk menghadapi operasi ini
Ayah dan ibu diluar sana
Tak akan mampu mendengar teriakanku jika tiba-tiba terjadi sesuatu padaku nanti
Aku dibaringkan di atas pembaringan berwarna hitam
Di atas kepala terdapat lampu besar yang biasa digunakan untuk operasi
Di kanan kiriku banyak mesin-mesin operasi serta peralatan yang tak ku ketahui
Batinku menjerit kembali
Inikah alat yang akan digunakan untuk mencabik kakiku?
Ku lihat…
Dokter perempuan itu asyik menyiapkan peralatan bersama rekannya
Dia berganti pakaian, memakai masker dan tutup kepala
Ah… Mengerikan
Bagiku yang tak pernah merasakan operasi, situasi ini sungguh mencekam
Rasanya seperti mainan manusia saja
Dicabik-cabik bak kelinci percobaan
Namun, langi-langit ruangan itu nampak berbeda
Atapnya menggambarkan awan putih di langit yang biru
Berbeda jauh dengan keadaanku yang seperti menunggu kematian
Ia melukiskan mimpi yang indah di siang hari

 Part 3
Akhirnya dokter Puguh datang juga
dengan sedikit memeriksa kakiku, dia berkata
"tahan ya.."
???
ah...
rasa sakit menghujam seluruh jemari kakiku
betapa tidak?
satu persatu jari kaki mungilmu
disuntik dengan obat anti rasa sakit
walau tak akan sakit ketika dioperasi,
namun suntikannya tak mampu ku tahan

Ya Allah...
rasanya aku tak kuat
menahannya
ingin rasanya aku berdiri dan lari,
tapi dokter itu memegang kakiku dengan kuat
aku tak bisa bergerak
yang bisa ku lakukan hanyalah menangis dan berteriak

AH....
SAKIT....

tulang belulang jariku terasa remuk
bukan hanya satu atau dua suntikan di satu jari kakiku
melainkan berkali-kali jempolku disuntik dan ditusuk hingga mengenai tulang kakiku

ah...
YA Allah...
aku tak mampu lagi
belum pernah ku merasakan sakit seperti ini
bahkan terbersit dalam pikiran pun tak pernah

kata ayah, operasinya tak akan sakit
tapi mengapa rasanya seperti ini?
ngilu Tuhan...
rasanya ngilu di sekujur kakiku

tak henti-hentinya aku berteriak sekeras-kerasnya dan mencubit keras tangan dokter perempuan di dekatku
tapi ia hanya berkata sabar... dan sabar...
sabar apanya?
bahkan ia tak akan tahu bagaimana rasa sakitnya hingga aku seperti orang kesurupan

ayah...
ibu...
kalian dimana?
teriakku
sakit yah... bu...
akan diapakan aku ini?
atap langit itu kini tak berguna lagi bagiku
rasanya tetap sama

SAKIT tiada henti
bahkan hingga jemari terakhir aku masih saja merasakan sakit yang bertambah-tambah
yang terakhir lebih sangat menyakitkan dibandingkan yang pertama

dan sekarang...
yang kurasakan hanyalah mati
kakiku serasa mati
bahkan aku tak merasakan apapun ketika suatu alat membakar keempat jari kakiku
kira-kira seperti apakah rasanya?
ku jawab, seperti KARET
yah...
kakiku seperti karet yang elastis dan lentur
tak ada rasa tersentuh sedikitpun dan sangat kaku
seperti layaknya perempuan yang tak punya kaki
aku tak merasakan kakiku ada

hingga
hal buruk yang sempat ku pikirkan adalah...
masihkah jari kakiku lengkap?
masihkah mereka utuh?
ataukah sudah tiada?
aku tetap sanggup menahan kucuran air mata
setelah tak sengaja ku sempat melihat asap tebal di atas kakiku yang berdarah

oh TUHAN...
seperti apakah kakiku sekarang?
ku tatap jam dinding
17.00
satu jam telah berlalu...
dan aku masih terbaring
kapan ini semua akan selesai?
inilah saat dimana aku sangat putus asa
bahkan tiap kali aku mendengar bunyi mesin alat pembakar kakiku
alat apakah itu?
seperti pembakar mesin di bengkel las listrik?

ah...
mengerikan

"sudah..."
kata yang ku tunggu-tunggu ternyata terlontar juga oleh pak dokter
setelah mereka mengusap seluruh darah di kakiku
dokter itu pun segera keluar
aku dibantu dokter perempuan itu bangun dari pembaringan
dan ku lihat...

kakiku sudah diperban
dan...
aku tak bisa menggerakkannya
kaku...
ujung kaki hingga tumitku terasa kaku dan kram
aku tak mampu berjalan seperti biasa
sakitnya masih kental terasa tiap kali ku hentakkan kaiku di lantai rumah sakit

Ya allah...
kakiku seperti bengkak
dan...
ada noda darah di perbannya
ibu diminta mengambil kursi roda untuk membantuku berjalan
namun ternyata ayah yang datang menjemputku
ayah pun membawaku ke depan resepsionis

orang2 melihatku semua
pikiranku tak berhenti gundah
ku bertanya pada diriku, seperti apakah diriku sekarang?
duduk di kursi roda dengan kaki diperban
seperti orang sakit yang mengidap penyakit parah
ayah dan ibu tak berhenti berucap hamdalah
begitu pun diriku
air mata terus mengalir di pipiku
tiap kali ibu dan ayah bertanya,
sakitkah nak?

ku jawab,
sangat sakit ayah, ibu
sakit sekali
dengan terus berlinang air mata tanpa mempedulikan orang2 yd melihat
mereka tampak iba melihatku tertunduk dengan mata bengkak karena menangis

"sabar nak... kalau tidak segera dioperasi, kakimu tak cepat sembuh"
kata ibu dengan mengelus dadaku
ibu yg tetap menguatkanku walau dia pun tak mampu membendung tangis
pulang...
aku ingin pulang bu...
kataku pada ibu
aku tak betah berlama-lama disini
aku masih teringat kejadian satu jam yg lalu itu

"iya nak. kita kan pulang setelah ayah membayar biaya operasi dan obatmu"
ku iyakan perkataan ibu dengan anggukan kecil

dan akhirnya aku pulang...
dengan dibantu oleh petugas parkir untuk menaikkanku ke dalam mobil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar